Semarang, ibu kota Provinsi Jawa Tengah, dikenal dengan keindahan alam dan kulinernya yang kaya, serta tradisi unik yang menggabungkan aspek keagamaan dan budaya lokal. Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah arak-arakan kubah masjid, yang dikenal dengan sebutan “
Ngarak Mustoko“. Tradisi ini menjadi momen penting bagi masyarakat setempat untuk merayakan pembangunan masjid baru atau renovasi masjid yang sudah ada.
Sejarah dan Makna Tradisi Arak-Arakan Kubah
Tradisi arak-arakan kubah masjid di Semarang berakar dari keinginan masyarakat untuk merayakan setiap langkah dalam pembangunan tempat ibadah. Acara ini biasanya diadakan saat kubah masjid selesai dibuat dan siap dipasang. Masyarakat percaya bahwa dengan mengarak kubah, mereka tidak hanya merayakan pencapaian fisik, tetapi juga memohon berkah dan keselamatan bagi komunitas.
Proses Pelaksanaan Tradisi Arak-Arakan Kubah
Pelaksanaan arak-arakan kubah dimulai dengan persiapan yang matang. Kubah yang akan diarak biasanya dihias dengan berbagai ornamen, seperti bunga melati yang dililitkan di sekelilingnya. Rangkaian bunga ini melambangkan kesucian dan harapan akan keberkahan. Awalnya, rencana untuk mengarak kubah dengan cara dipanggul oleh warga ditunda karena pertimbangan jarak dan keamanan. Akhirnya, kubah tersebut diarak menggunakan mobil pick-up agar lebih praktis dan aman selama perjalanan.
Meriahkan Acara dengan Pertunjukan Budaya Lokal
Arak-arakan kubah masjid tidak hanya sekadar prosesi pengangkutan, tetapi juga dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni budaya. Dalam setiap acara, biasanya terdapat penampilan dari sanggar seni lokal yang menampilkan tarian tradisional atau atraksi lainnya, seperti Naga Liong. Penampilan ini bertujuan untuk menghibur masyarakat dan menambah suasana meriah selama prosesi berlangsung.
Partisipasi Masyarakat dalam Tradisi Ini
Tradisi arak-arakan kubah masjid melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat setempat. Warga desa, pemerintah desa, serta jamaah masjid turut serta dalam prosesi ini. Kehadiran mereka mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan dalam membangun tempat ibadah yang menjadi pusat kegiatan spiritual dan sosial bagi komunitas.
Pemasangan Kubah Secara Manual
Setelah arak-arakan selesai, proses berikutnya adalah memasang kubah ke atas bangunan masjid. Pemasangan dilakukan secara manual tanpa bantuan alat berat, hanya menggunakan tali, bambu, dan tangga. Proses ini melibatkan beberapa orang dewasa yang bekerja sama untuk memastikan kubah terpasang dengan aman dan kuat. Momen ini menjadi puncak dari seluruh rangkaian acara, di mana masyarakat menyaksikan dengan antusiasme tinggi.
Kesimpulan: Tradisi yang Menguatkan Identitas Komunitas
Tradisi arak-arakan kubah masjid di Semarang bukan hanya sekadar ritual keagamaan; ia merupakan simbol kekuatan komunitas dalam menjaga nilai-nilai budaya dan spiritual. Dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, tradisi ini memperkuat rasa kebersamaan dan identitas kolektif sebagai umat beragama. Arak-arakan kubah menjadi momen spesial yang dirayakan dengan penuh suka cita, menciptakan kenangan indah bagi setiap orang yang terlibat. Bagi siapa saja yang berkunjung ke Semarang, menyaksikan tradisi arak-arakan kubah masjid adalah pengalaman yang tak boleh dilewatkan. Ini adalah kesempatan untuk melihat bagaimana budaya lokal dan agama dapat bersinergi dalam sebuah perayaan yang penuh makna.
www.hamdalahkubahkreasindo.com